Thursday, July 30, 2009

Ota Benga: Bunuh Diri Karena Merana

Setelah Darwin mengklaim bahwa manusia berevolusi dari makhluk hidup mirip kera dalam bukunya The Descent of Man, ia lalu mulai mencari fosil-fosil yang mendukung argumentasinya. Sejumlah evolusionis bahkan percaya bahwa makhluk "separo manusia-separo kera" tidak hanya ditemukan dalam bentuk fosil, tetapi juga dalam keadaan masih hidup di berbagai tempat di bumi. Di awal abad 20, pencarian "mata rantai transisi yang masih hidup" ini menghasilkan sejumlah peristiwa yang mengenaskan, dan yang paling tidak berperikemanusiaan di antaranya adalah yang menimpa seorang Pigmi (suku di Afrika Tengah dengan tinggi badan rata-rata kurang dari 127 cm) bernama Ota Benga.

Ota Benga ditangkap di tahun 1904 oleh seorang peneliti evolusionis di Kongo, Afrika. Dalam bahasanya, Ota Benga berarti "teman". Ia memiliki seorang istri dan dua anak. Dengan dirantai dan ditempatkan dalam kurungan, ia dibawa ke Amerika Serikat. Di sana para ilmuwan evolusionis memamerkannya di hadapan khalayak ramai pada Pekan Raya Dunia di St. Louis bersama spesies kera lain dan memperkenalkannya sebagai "mata rantai transisi terdekat dengan manusia". Dua tahun kemudian, ia dibawa ke Kebun Binatang Bronx di New York di mana ia dipamerkan dalam kelompok "nenek moyang manusia" bersama beberapa sipanse, gorila bernama Dinah, dan orang utan bernama Dohung. Dr. William T. Hornaday, seorang evolusionis direktur kebun binatang tersebut memberikan sambutan panjang lebar tentang betapa bangganya ia mempunyai "bentuk transisi" yang luar biasa tersebut di kebun binatangnya dan memperlakukan Ota Benga dalam kandang bak seekor binatang. Setelah tidak tahan dengan perlakuan ini, Ota Benga akhirnya bunuh diri.
harun yahya

No comments:

Post a Comment